Jumat, 25 Desember 2009

F-book


f-book merupakan wall zine (Mading) untuk merespon fenomena facebook yang sudah menjadi komoditas populer di kalangan masyarakat luas saat ini.

Kata f-book yaitu, f mengidentitaskan Jurusan Seni Rupa UNJ yang bertempat di gedung F, dan book mengutip dari sebagian kata facebook tersebut, yang berarti buku atau bahan bacaan. Maka f-book menjadi sebuah plesetan facebook, yaitu bahan bacaan dari gedung F (Jurusan Seni Rupa UNJ).

Wall zine atau bahasa lokalnya Mading (majalah dinding) ini bertujuan sebagai forum berkreasi secara textual dan visual tentunya, yang mempunyai nilai normative, pengetahuan, dan hiburan, agar adanya sebuah pergerakan dalam berkarya dan responsifitas dalam membentuk kerja kreatif, untuk membahas hal-hal yang terjadi di Jurusan Seni Rupa atau dalam kampus UNJ yang cangkupanya lebih luas ( seperti acara-acara yang diselenggarakan, sayang sekali bila tidak ada dokumentasi textnya)

Maka dari itu f-book ingin memanfaatkan fungsional mading, yang sayang sekali tidak terawat, dan untuk membakar semangat berkarya, membentuk kreatifitas, sharing, memberi respon, dan apresiasi, agar tidak terjadi sebuah kepasifan di Jurusan Seni Rupa UNJ.

Minggu, 13 Desember 2009

whate paste "Like This"




whate paste "Like This" untuk merespon fenomena facebook yang sudah menjadi komoditas populer di kalangan masyarakat luas saat ini.

whate paste merupakan design visual yang di reproduksi secara masal dengan cara di fotocopy lalu diberi perekat dan ditempelkan.

fenomena facebook, membuat saya terinspirasi untuk melakukan propaganda tentang hal tersebut, mengkritisi budaya konsumerisme yang menjadi trend, dimana tehknologi mempengaruhi kita, dan memberi candu (termasuk saya-munafik)

ikon "Like this" yang sangat identik dari facebook, menyatakan kesukaan terhadap suatu hal, seperti status update seseorang, photo, notes, dan segala hal tampilan di facebook. saya ingin mengangkat fenomena itu di ruang publik yang lebih luas , menjadi bahan lelucon, pengkritik, dan kesenian.

whate paste itu saya tempelkan dimanapun saya suka, namanya juga "like this", di baju teman saya, di mural, di poster, di karya seni, bahkan di whate paste yang lainnya. sebagai respon rasa suka saya dan respon terhadap fenomena facebook tersebut.

Sabtu, 14 November 2009

Menyikapi Hari Batik dengan Performance art


Sikap nasionalisme anget-anget tayi ayam dan hanya budaya populer semata dalam masyarakat kita, yang memperisih saya untuk melakukan sebuah performance art dalam menyikapi Hari batik, 02 Oktober 2009.

modernisasi yang terus berkembang secara dinamis seiring itu pula budaya akan selalu berkembang dan tumbuh berdampingan, dan bagaimanakah nasib nilai tradisi sesungguhnya? dan bagaimanakah sikap nasionalisme kita?

performance art adalah sebuah seni pertunjukan, hari batik menginspirasi saya untuk mengkritisi moment itu. Keharusan memakai batik, keterpaksaan, akulturasi budaya,dan sikap nasionalisme, saya ingin mengetahui bagaimana masyarakat menyikapi hari batik tersebut, apakah mereka berpartisipasi? biasa saja? atau malah cuek saja?

Performance art yang saya lakukan pada tanggal 7 Oktober 2009, beberapa hari setelah hari batik tersebut, hal itu dikarenakan "apakah masyarakat tetap memakai batik bila perayaan hari batik itu sudah selesai? lalu bagaimana sesungguhnya antusias masyarakat terhadap budaya kita?"
Saya memakai kemeja batik lengan panjang, lalu memakai sebuah nametag di dada degan text " Hei INDONESIA" lalu nametag di punggung "Budaya?" (dengan maksud menyapa & mempertanyakan)
lalu seperti biasa saya tetap berapakaian layaknya, memakai jeans dan sepatu kats,
performance art yang saya lakukan di ruang publik, trasportasi umum, dikarenakan agar pesan yang tersampaikan langsung pada masyarakat.
Berawal dari jam 07.00 pagi, saya menaiki Transjakarta Busway di halte Ragunan menuju arah Kampus saya,seperti biasanya. Lalu di dalam bus saya meminta beberapa angket dari pengguna transjakarta lainnya. Setelah sesampai kampus saya berkeliling kampus untuk meminta angket pula dari beberapa mahasiswa, sampai terkumpul 20 angket.
performance berakhir pada pukul 14.00, setelah saya mengumpulkan angket tersebut.

angket tersebut seperti berikut:

Batik merupakan hasil budaya asli indonesia, dan sekarang telah ditetapkan hari batik pada tanggal 02 oktober , bagaimanakah pendapat anda mengenai hari batik tersebut?

1. Apakah pada hari batik 02 Oktober kemarin , anda memakai batik?

98% jawabanya memakai

2. Lalu tanggapan anda tentang hari batik?

99% tanggapanya baik dan bagus

3. Apakah ada keterpaksaan saat anda memakai batik pada hari batik tersebut?

98% tanggapanya tidak

4. Menurut anda kenapa baru sekarang ditetapkan hari batik?

96% jawabannya karena buday kita telah dicuri negara tentangga dan kita baru menyadarinya

5. Setelah beberapa hari yang lalu kita dianjurkan memakai batik untuk memperingati hari batik, apakah anda akan tetap memakai batik dalam keseharian anda?

70% jawabanya ya

6. Lalu tanggapan anda tentang negeri tetangga yang megakui beberapa budaya asli kita, bagaimana?

100% tanggapannya buruk

7. Budaya Indonesia tak hanya batik, masih ada yang lainya, seperti kain ulos, koteka, ondel-ondel, apakah anda setuju bila hasil budaya kita yang lain juga ditetapkan Hari peringatanya?

70% jawabannya setuju

8. Lalu tanggapan anda tentang negeri tetangga yang megakui beberapa budaya asli kita, bagaimana?

100% tanggapannya buruk


9. Bagaimanakah cara anda untuk melestarikan budaya kita?

99% jawabannya dengan menjaga dan menggunakannya

10. Pendapat anda tentang budaya Indonesia?

100% jawabannya budaya Indonesia beragam dan kaya


ya, begitulah isi angket tersebut,
di dalam angket tersebut ada sebuah pertanyaan jebakan yang sengaja saya cantumkan, pertanyaan yang diulang untuk mengetahui kepekaan dan keseriusan seseorang dalam mengisi angket tersebut.

hari batik ditetapkan untuk mengetahui seberapa banyak orang atau masyarakat kita yang mencintai negri ini untuk melestarikan budayanya, bukan ingin tahu seberapa banyak orang memakai batik saat hari itu. Jangan hanya setahun sekali, jangan hanya saat hari batik saja baru kita menghargai budaya kita sendiri, dan jangan saat negara tetangga mengakui dan mencuri budaya kita, tapi lestarikanlah, terimakasih malaysia telah menyadarkan kita! tapi INGAT batik itu punya Indonesia! cintailah negeri in apa adanya...


thanks to:
Aldevi yang telah mendokumetasikan,
dokumentasi dapat dilihat di photo album saya, trimkas

Rabu, 26 Agustus 2009

Free Hard Zine #1 ; OSEREM, MPA seni rupa UNJ 09 ( Agustus-September 2009)


free hard zine, merupakan majalah gratisan yang terbit satu bulan sekali, namun nyatanya dalam edisi ke 3 ini kami baru menerbitkan kembali FHZ pada akhir agustus, karena FHZ sedang tahap istirahat dan penyesuaian.
FHZ berisikan tentang isu yang sedang hangat dibicarakan di tengah masyarakat, seni rupa, dan musik.
mempunyai rubrik G-spot ( berita utama), Boljug (Profil), Intermezo (opini), Hardtikel (artikel), Nayamul (ilmu), Review acara, Replay(review lagu), komunitas, kolom sastra, review band, piece (karya art work) dan Dada tuk menir (permainan).

free Hard zine edisi #3 terbit pada akhir bulan agustus 2009, mengangkat tema MPA seni rupa UNJ 09, untuk menyambut mahasiswa baru agar lebih mengenal Seni Rupa UNJ, kita sebagai media cetak yang menyuguhkannya.

digagas oleh:
Angga. Wijaya
Moch. Hasrul

Free Hard Zine edisi #2 ; Berpendidikan ( Mei 2009)

free hard zine, merupakan majalah gratisan yang terbit satu bulan sekali.
FHZ berisikan tentang isu yang sedang hangat dibicarakan di tengah masyarakat, seni rupa, musik dan sastra.

free Hard zine edisi #2 terbit pada bulan mei 2009, mengangkat isu pendidikan dalam rangka hari pendidikan 2 mei 2009. dalam edisi ini FHZ mengikuti sebuah project HAH, sebuah bentuk seni propaganda tentang krisis-krisis sosial ataupun budaya yang berkembang di masyarakat yang diikuti peserta-peserta perupa lainnya yang ada di Seni Rupa UNJ.

digagas oleh:
Angga. Wijaya
Moch. Hasrul

Free Hard Zine #1 ; SIRKUS AWAL APRIL ( April 2009)


free hard zine, merupakan majalah gratisan yang terbit satu bulan sekali.
FHZ berisikan tentang isu yang sedang hangat dibicarakan di tengah masyarakat, seni rupa, musik dan sastra.

free Hard zine edisi perdana initerbit awal April 2009, mengangkat tema Pemilu.

digagas oleh:
Angga. Wijaya
Moch. Hasrul

Rabu, 29 Juli 2009

DONGENG ULAR

DONGENG ULAR


setiapkali Ibumu nasihatkan
"janganlah kau makan sembari tiduran"

seiring itu pula kau elakan
berkelakar tentang mitos yang kau acuhkan

maka tulah akan menyumpahimu
menjadi seekor ular
dengan sisik samar, punggung ganjil menyembul memar
yang akan ditunggang arwah anak-anak yang mati penasaran
mengutusmu untuk bertikai mengalahkan kutukan

bunyi desismu adalah doa sesal
seperti lantunan, tangis ampunan

petanda dirimu pembantah
yang melanggar petuah


2009

DONGENG JAMBU MONYET

DONGENG JAMBU MONYET


Konon pada malam hari
kau akan berubah menjadi sebuah jambu monyet
karena kau gegabah
"tentang apa yang Ibumu pesankan kepadamu"

dan pada pagi harinya
kau akan menemui dirimu sudah bergelantung
di dahan hutan tersembunyi
tempat manusia-manusia dikutuk menjadi kera

pekikmu menjadi kalap yang paling rasuk
di setiap liang telinga anak-anak yang bergentayangan

agar mengirimmu pada purnama
yang kelak akan mengabulkan
sumpahmu



2009

DONGENG KUKU

DONGENG KUKU


Pantangan dari Ibumu menjadi hal yang paling pamali di setiap putaran malam
"jangan kau menggunting kuku di malam jumat"

Maka kuku-kuku itu akan menjelma kelemanyar
berkunar-kunar serupa mata kunarpa

menyelinap dalam mimpimu
menyaru lindur yang menghantui setiap tidur gaibmu

adalah niscaya
mengharuskan mu untuk menanam kuku-kuku itu
ke dalam tanah, untuk mencabut tulah

dan biarlah bermoksa menjadi kunang-kunang
yang berpendar-pendar
di tengah gelap kuburan




2009

Selasa, 21 Juli 2009

LARUNG ANGIN

LARUNG ANGIN

(untuk zaman yang lupa akan rasa terpesona pada hal yang sederhana)



Suara angin mengetuk dari atas atap
sebagai kembara ia
bertamu pada setiap musim;
kemarau dan penghujan.

Setiap hari ia dilarung hembus semilir
sehingga lupa darimana ia dilahirkan
yang mencari bayang seiring tiupan;
tanpa rahim, tanpa telur, tanpa biji.

Ke segala penjuru arah
ia berkelana menjadi cahaya, menjadi suara
yang menyimpan tanya
" kemanakah harus berhulu kelak nantinnya? "

maka tak selamanya
ia singgah dengan sepasang sayap
dan sampai ia mengerti arti suatu kehadiran
yang menemukan sebuah lingkaran perhentian;
jawaban.

bahwa ia
tak pernah terlihat menjadi nyata,
tak dirasa sebagai apa,
karena ia bukan siapa-siapa, hanya angin semata.



2009

KELINDAN HUJAN

KELINDAN HUJAN

(untuk zaman yang lupa akan rasa terpesona pada hal yang sederhana)





Jalinan hujan mengayun serumpun daun pohon lontar

berkecipak lantunan, mengalun pada hujan yang berkelindan;
sebelum jatuh di tengah-tengah kebun.

Menghimpun sebuah pertemuan diam-diam dengan tenang

kemudian saling memintal, sulam-menyulam, mengucur perlahan;
sebelum hujan bersalin menjadi embun.

Tak ada yang dirahasiakan dari mereka

Hujan dan daun semata yang membuat terpesona

dan sampai pula pada sebuah telaga, yang menjadi telur-telur air di muka genangannya

bahwa mereka
tak pernah menjadi apa-apa,
tak tampak istimewa,
tak pernah benar-benar ada.



2009

AKROISTIK: Rahasia yang disembunyikan di baris depan

AKROISTIK: Rahasia yang disembunyikan di baris depan




Abjad mengumpul berurut menjadi sebuah nama; Akroistik

Kata adalah leluhurmu, asal mula bahasa, dimana aksara diletakan, dan kapan nama dituliskan

Rahasia yang disembunyikan di dalam mata, yang awas tahu dimana kau berada

Organmu bagian dari aksara ke aksara yang menghimpun jadi satu bersusun

Inisialmu A, ekormu K, berular sepanjang huruf, sepanjang nama

Sandiasma, Chindil menyebutmu dengan istilah Jawa

Tanggal kelahiranmu tak berangka, tapi kau tetap mengenalinya sebagai saudara; Angka

Itulah Akroistik berantai yang menyimpan jawaban yang dapat ditemukan

Kelahiranmu aku letakan di pangkalnya, di barisan depan untuk sebuah rahasia yang disembunyikan



2009

TANKA: Arcadurja

TANKA: Arcadurja


Bakda tertera

di batu tilas tua

kutukan Dewa

mantra yang menyihirmu

menjadi Arcadurja


2009

Kamis, 02 Juli 2009

Haiku: Wanita Mantra

Haiku: Wanita Mantra


Wanita mantra
berjakun segitiga
tubuh siapa?


2009

Ghazal: Memahat Hatimu

Ghazal: Memahat Hatimu


Ghazal yang aku tempa saat senja di hatimu
Akan ku tempatkan yang di paling hujung hatimu

Pohon eru yang rantingnya terjela siapku belah
Aku tak lupa bentuk pola yang ada di hatimu

Aku ukir kulit kayu di ruas antara buku
memahatnya hingga mewujud, membentuk hatimu

Coklat perdu, getah luka parut pada daging kayu
seperti bekas luka yang pernah singgah di hatimu

Kawanan kumbang menjelma ngiang rindu
sampai aku akhiri dengan kata hatimu

Kaum bulan menyebutku Karkata; pemilik cangkang
yang gemar memahat kayu berbentuk hatimu


2009

Trinet: Musim Petaka

Trinet: Musim Petaka


hujan belalang

panen hama

air muara bersalin warna rasa tuba

angin bau dosa membawa ratusan nyawa

wabah bala

musim petaka



2009

Nonet: Memotong satu aksara setiap larik pada ekor-Mu

Nonet: Memotong satu aksara setiap larik pada ekor-Mu

-untuk Hasan Aspahani



Dan perlahan Kau menghilangkan

Satu demi satu tanggal

Yang tetap, yang dilesap

Hilang yang sepenggal

Maka menjelma

Dalam jejak

Membentuk

Sajak

Mu




2009

Sabtu, 13 Juni 2009

MENYAMAR MALAM

MENYAMAR MALAM

: Amal Bayu Ramdhana

Aku sudah terlalu bosan mengurus senja tua,
senja yang berwarna merah berbeda:
senja merah yang berdarah

dalam malam yang menyamar,
masihkah kita berperan?
mengelus igau dengan asing masing-masing

yang angin subuhmu mengulum malamjatuh ku
mengajarkan isyarat bahasa di cadas gelisah
dari kuku-kuku hitammu yang kerasukan bulan:
bulan tanpa nyala
melambangkan kau selalu menggali kopi hitam di tengah malam:
malam yang bau tembaga

Tibanya aku:
kau gilir, kau sihir, kau sisir.

Bagaimana kau dapat menuliskan
*seekor badak bermata musang berparuh merpati?

Dan kau selalu mempertanyakan magenta,
entah berwarna apa.



Jakarta, 06 Juni 2009
Angga. Wijaya


* Dari potongan sajak Amal Bayu Rhamdana berjudul BELAJAR MENULIS NOVEL CINTA-bersama Ne

SERIT KAYU

SERIT KAYU

Sudah lampau pisah pulau atas rantau
di seberang selat aku ingat suatu tempat
teringat rumah masihkah megah oleh kayu-kayu yang disangga
Ranah pada tanah yang terbelah di antara lembah

Di atas batu kau menunggu
Di jendela rumah panggung kau termanggu

Bertahun-tahun aku merindu
Musang kopi, Batu kali, Kue sagu, Pantun Melayu, Serit kayu
sampai kau hanya meninggalkan aku dengan makam mu
selama kau menjejak sembilu di atas kepergiaanku


sempat kau berucap saat aku kembali di ujung serat

" Aku tak punya air dirumah ini,
lantas tak dapat menyuguhkan dahaga mu jadi rindu
tahanlah lapar mu yang ku jamu
aku tak bisa menghidangkan apa yang kau mau saat bertamu

(kenapa kau tinggalkan aku, kenapa kau hanya bertamu)

di situ, bukan di sini kau pantas bertamu
di situ, bukan di sini yang hanya dapat menjamu mu dengan bisu "


Aku membalas mengucap dengan terbata mengecap

" Apakah kau ragu aku melukis rupamu di atas cermin berbingkai perunggu
sebelum sempat aku terbangun dari perkawinan angan yang ku ramu,
Apakah kau tahu aku dapat memahat patung batu berwujud kepalamu
sebelum aku tertidur di teluk mimpiku, tepat di ujung karang batu
kau kutuk aku jadi batu "

namun kau hanya menjawab tanpa isyarat

" Di atas serit kayu
aku memangku mu
menyisir rambut mu jadi batu"



2009

KUBUR BATU

KUBUR BATU


Aku menulis kematian Ayahmu

Aku melihat kau di kubur batu itu,
Kubur batu di seberang depan rumahmu

yang ayahmu sesapkan di liang lahat yang hangat

Kau meratapinya,
menggali lagi makamnya dengan ngilu,
dengan sepuluh kuku

(garuk kulit kubur
keruk terus sampai lebur)

Kau koyak tanah dan bumi
seperti Kau akan menghidupkannya kembali
seperti Kau akan meniupkan Ruhnya lagi

sakit dalam badan
jadi makam penziarah yang terdalam
yang Ayahmu diradang pada tubuh lunak tak bergerak
atas tenung yang dikandungnya
yang diregang teluh nyawanya

entah ambang
entah limbang

di kubur batu itu,
kau lafazkan
semacam doa
semacam moksa

(sudahlah)
tadahlah abu Ayahmu itu
buanglah ke perut laut
sampai dibawa hanyut
(dalam kebakaan)

agar menawarkan rindu asinnya air laut,
air maut.


Mei 2009

Kamis, 11 Juni 2009

MERAH MARET


MERAH MARET

/1/

14 Maret
kota tua
Maret menjadi merah oleh sebuah janji. Kita selipkan sebuah nama ganda kita dibalik jendela merah yang tua, dan akan semakin menua di tahun-tahun mendatang. 
Persetujuan antara dua pihak.
Waktu tak peduli apa kata yang terucap, terbuang, terlontar dari suara yang tak samar, dari suara yang tak sekedar, dari pernyataan yang harus ditepati.
Kian bergulir hilang kesebuah entah, jarak menjadi garis yang tertulis, di situ ada janji, janji yang terselip nama bahwa ada pertemuan di kota tua itu.


/2/

September
Takdir benar menguji perkataan kita, tak sekedar asal lontar, dua, tiga, lima, sepuluhpun apa benar kita tahu? apa benar kita akan tepat?
Aku, kau. Pergi hingga berjarak, tak ada isyarat, tak ada sebilah katapun terucap, tak ada pertemuan lagi selain janji itu, itu pun jika kita ingat dan datang, jika kita menepatinya.
Tahu kah kau
“Ada yang menambat memar disebuah hati ku, yaitu janji. Tahu apa kau tentang janji!”



/3/

Dalam tahun-tahun mendatang
“anomaly, semalam aku memimpikanmu, aku membelai rambutmu, kau berasumsi lagi tentang janji”

aku dalam anomaly mimpi dari janji kita, kita berdiskusi tentang itu, aku membelai rambutmu, menariknya dari akar kepalamu dengan kasar. Membisikanmu sekali lagi “tahu apa kau tentang janji! Janji yang kita buat!” lalu kau berasumsi lagi tentang janji.



/4/

" Ini tahun terakhir tentang janji, nanti ditanggal kelahiranmu, di bulan kelahiran kata kita, akankah kita bersua? "

Janji mulai menggerogoti hari, bulan demi bulan, sampai ia menelan kita, memakan isi perut kita, menagih memori di otak kita yang semakin samar oleh bayang kenangan. “ingat kah kita pernah berkata, kita tak peduli dengan masa, dengan apa yang akan terjadi nanti, yang kita tahu hanya janji”

Waktu semakin menuntun kita ke kota itu, memberi arah jalan “tinggal berapa hari atau bulan lagi”. Itu membuat aku semakin terkurung seperti di dalam jam pasir, yang pelan-pelan menghisapku, “aku tak peduli apa kau memikirkanya! Atau apa memang kau tak peduli memikirkanya! Ah sudahlah aku hanya setia pada janji,bukan kepadamu!”



/5/

Maret 2009,

“maret datang seperti pulang, membawa kepertemuan di kota tua, janji bukan asal serapah, aku datang membawa darah!”

Aku datang menaiki kereta, di atas rel berkarat, orang-orang sesak di gerbong. Kacanya yang pecah, lantai banyak sampah, sumpah serapah orang yang marah. “kemana mereka akan pergi? Kemana angin akan membawanya bersama janji? Utara atau selatan?”
Aku jelajahi gedung-gedung tua, bau gudang bekas kolonial. Yang dagingnya terkelupas masa. Yang dindingnya bobrok semakin menua, hawa-hawa lampau semilir menyihir, menggores bola mataku berair.
Aku lewati sepanjang kali mati, yang dulunya tempat pembuangan mayat. Aku mencari potongan tubuhmu, setidaknya mungkin bayang. Aku gali memori, aku keruk otak ku berusaha menemukanmu, aku tanya pada waktu “apakah kau melihat seseorang datang membawa janji disini?” namun tahu kah kau waktu memukul aku dengan tanya, membalikan tanya, “ Janji? Seperti apakah bentuknya?”.

“ di mana janji yang kau janjikan? Aku sudah datang memakai baju hitam, seperti ritual kematian, namun kau tak datang bersama kenangan”

Tak sehelai rambutmu yang bau amis aku cium dikota tua ini, aku sudah berlari ke pelosok bawah menara, di bawah jendela, sampai tececer darah yang aku bawakan untukmu, agar kau dapat meminumnya dengan hati yang lega, agar aku dapat tenang terjaga, sampai terobek baju hitam yang aku kenakan, sampai wajahku bertaburan, isi otak ku atas kenangan.
Namun tak ada rupa dari sebagian baju hitam yang sepasang, kota ini pun semakin tenggelam, malam akan menelannya dengan mentah-mentah, aku pun akan pulang dengan pasrah. Membawa pulang batu, dikepal, lalu aku akan merebusnya dengan kenangan yang bekas, yang terkelupas, yang tak terbalas.
Aku pergi aku pulang kerumah, dengan melihat jendela merah itu dari belakang yang aku punggungi, aku terus berjalan. Jendela merah itu menangis sesugukan, mengeluarkan nanah, lalu seketika tertawa terbahak-bahak, dengan terus melihat jendela merah itu dari belakang, ia terus tertawa tak berarah, sambil menunjuk kearahku seperti mengejar, samar-samar aku mendengar dia berucap “ Tak ada janji yang terucap dibawah jendela ini, dikota ini, mungkin kau hanya bermimpi.
Ternyata janji menempatkan kita di tempat yang berbeda, kau pun lupa tanggal, saat janji kita akan dipenggal.
Tapi aku cukup puas dengan aku tiba tepat waktu, pulang membawa batu, walau sampai kini aku tidak mengerti arti sumpah, datang membawa darah.
Tahu apa aku tentang janji, tahu apa kau tentang janji, tahu apa kita tentang janji.
Aku hanya ingin berisyarat, menguak, meneguhkan sebuah perkataan yang seharusnya terucap.

" Aku hanya ingin janji dari separuh organ tubuhmu, hanya itu. "




Angga. Wijaya
2008-2009